Koleksi arieArie KoleksiPhotobucket
Selamat Tinggal..... Kenangan yang terindah.....kini hanyalah hayalan belaka.......
SELAMAT DATANG DI BLOG ARIE FIRMANSYAH

Rabu, 05 Maret 2008

MENINGGALKAN KEMEWAHAN DEMI KEIMANAN

Seorang anak muda dilahirkan dan dibesarkan dalam kesenangan, dan dia tumbuh dalam lingkungannya. Barangkali tak seorang pun diantara anak-anak muda kota mekah yang beruntung dimanjakan oleh kedua orang tuanya sedemikian rupa, seperti yang dirasakan Mush’ab bin Umair.
Suatu hari Mush’ab mendengar berita dari warga Mekah mengenai Muhammad al-Amin, Suatu hari Mush’ab mendengar berita dari warga Mekah mengenai Muhammad al-Amin, yang mengatakan bahwa dirinya telah diutus oleh Allah sebagai pembawa beritakebenaran, yang mengajak umatmanusia beribadah kepada Allah Yang Maha Esa.
Sementara perhatian warga Mekah terpusat pada Muhammad saw. Dan agama yang dibawanya, Mush’ab anak muda yang manja itu paling banyak mendengar berita itu. Ia selalu menghadiri pertemuan-pertemuan dan selalu diharapkan kehadirannya oleh anggota dan teman-temannya.
Wajah yang tampan dan otaknya yang cerdas merupakan keistimewaan Mush’ab bin Umair.
Akhirnya, Mush'ab mendengar berita bahwa Rasullulah bersama pengikutnya biasa mengadakan pertemuan disuatu tempat yang terhindar jauh dari gangguan dan ancaman-ancaman kaum kafir Quraisy. Tempat itu di bukit Shafa, di rumah Arqam.
Didorong perasaan ingin bertemu dengan Rasullulah, pergilah Mush'ab ke rumah Arqam. Di tempat itu Rasullulah ayat-ayat al-Quran bergema melalui bibir Rasullulah yang mengalir kedalam kalbunya.
Anak muda itu merasa seakan terangkat dari tempat duduknya karena rasa haru, dan serasa terbang karena gembira. Tetapi Rasullulah mengulurkan tangannya yang penuh berkah dan kasih sayang, lalu mengurut dada anak muda yang sedang panas bergejolak menjadi sebuah hati yang tenang dan damai.
Mush'ab yang telah memeluk agama Islam dan keimanan yang dimilikinya melebihi ukuran usia yang dimilikinya.
Khunas binti Malik, ibunya Mush'ab, adalah seorang wanita yang berkepribadian kuat dan pendirian yang tak dapat ditawar atau diganggu gugat. Ia merupakan wanita yang sangat disegani diantara kaumnya.
Ketiaka Mush'ab memeluk Islam tak ada kekuatan yang ditakutinya. Meskipun padang pasir dan berhala-berhala di kota Mekah berubah menjadi satu kekuatan untuk menghancurkannya, akan dihadapi olehmm dan akan dianggapnya remeh.
Justru yang dikhawatirkan adalah Ibunya sendiri, tantangan dari Ibunya tak dapat dianggapnya enteng. Maka ia berpikir keras dan mengambil keputusan untuk menyembunyikan keislamannya sampai terjadi sesuatu yang dikehendaki Allah.
Demikian Mush'ab selalu pergi pulang ke rumah Arqam menghadiri seruan-seruan Rasullulah. Hatinya merasa bahagia dengankeimanannya dan bersedia menebusnya dengan amarah murka ibunya, yang belum mengetahui tentang dirinya yang telah memeluk Islam.
Tetapi di kota Mekah tak ada lagi rahasia yang tersembunyi , apalagi dalam suasana seperti itu. Mata kaum kafir Quraisy berkeliaran di mana-mana, mengikuti setiap langkah dan menyelusuri jejak para pengikut Muhammad saw.
Suatu ketika, secara kebetulan Usman bin Talhah melihat Mush'ab memasuki rumah Arqam. Dihari yang lain dilihatnya lagi Mush'ab shalat seperti yang dilakukan Rasullulah. Dengan segera pemuda itu dilaporkan kepada ibunya.
Berdirilah Mush'ab di hadapan ibu dan keluarganya serta para pembesar kota Mekah yang berkumpul di rumahnya. Dengan hati yang lapang dibacakan ayat-ayat al-Quran yang disampaikan Rasullulah untuk mencuci hati mereka dan mengisinya dengan kemuliaan dan ketakwaan.
Ketika Khunas binti Malik, ibunya Mush'ab, hendak membungkam mulut anaknya dengan tamparan keras, tiba-tiba tangan yang meluncur itu surut dan terkulai ketika melihat wajah Mush'ab berseri cemerlang dan berwibawa.
Karena rasa kibuannya, Khunas binti Malik urung menyakiti putranya, tetapi tak dapat menahan diri dari tuntutan untuk membela berhala-berhalanya. Dibawanya Mush'ab ke suatu tempat, lalu dikurung, tak ubahnya seperti penjara.
Hingga beberapa lamamm meringkuk dalam kurungan sampai ketika beberapa orangMuslimin hijrah ke Habsy. Mendengar berita itu, ia mencari akal. Dan ia berhasil mengelabui ibu dan penjaga-penjaganya.
Mush'ab kemudian pergi ke Habsy, bergabung dan tinggal dengan saudara-saudaranya kaum Muhajirin. Setelah cukup lama disana, kemudian ia ke Mekah. Lalu kembali ia hijrah ke Habsy untuk kedua kalinya.
Di Habsy maupun di Mekah, ujian dan penderitaan harus dilalui oleh Mush'ab ditiap saat dan tempat. Namun ia telah berhasil menempah hidupnya menurut yang telah dicontohkan oleh Rasullulah. Ia merasa puas bahwa hidupnya telah layak untuk dipersembahkan bagi pengorbanan terhadap Penciptanya, Tuhan Yang Maha Akbar.
Pada suatu hari, Mush'ab tampil di hadapan beberapa orang Muslimin yang tengah duduk mengelilingi Rasullulah. Mereka semua menundukan kepala dan memejamkan matanya basah oleh air mata.
Mereka merasa terenyuh melihat Mush'ab memakai jubah usang yang penuh tambalan. Padahal masih belum hilang dalam ingatan mereka, pakaian yang dikenakan Mush'ab sebelum masuk Islam. Ia bagaikan seorangpangeran dengan pakaiannya yang indah-indah.
Sementara Rasullulah menatapnya dengan pandangan penuh arti, pandangan cinta kasih dan syukur dalam hati. Pada kedua bibir beliau tersungging senyuman mulia seraya bersabda;
“Dahulu kulihat Mush'ab tak ada yang menandingi dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya, kemudian ditinggalkannya semua itu demi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Semenjak ibunya merasa putus asa untuk mengembalikan Mush'ab kepada agama nenek moyangnya, ia telah menghentikan segala pemberian yang biasa diberikan. Bahkan wanita itu merasa tak rela makanannya dimakan oleh orang yang mengingkari berhalanya, meskipun anak kandungnya sendiri.
Terakhir kali Mush'ab bertemu dengan ibunya, ketika wanita itu hendak mengurung lagi saat Mush'ab pulang dari Habsy. Pemuda itupun bersumpah untuk membunuh orang-orang suruhan ibunya yang mencoba menangkapnya.
Karena telah mengetahui kebulatan tekad anaknya mengambil keputusan, tak ada jalan lain bagi ibu Mush'ab kecuali melepaskan anaknya dengan cucuran air mata. Sementara Mush'ab mengucapkan selamat berpisah dengan menangis pula.
Perbedaan yang sama sama gigih dipetahankan. Khunas bin Malik tetap mempertahankan kekafirannya, sebaliknya Mush'ab kebulatan tekadnya lebih besar dalam mempertahankan keimanannya.
“Pergilah sesuka hatimu! Aku bukan ibunu lagi!” kata ibunya mengusir Mush'ab.
“Wahai Bunda. Telah ananda sampaikan nasehat dan ananda merasa kasihan kepada Bunda. Karena itu saksikan bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan Muhammad adalah utusan-Nya,” Jawab Mush'ab seraya mendekati ibunya.
“Demi bintang! Sekali-kali aku tak akan masuk ke dalam agama itu,” sahut ibunya dengan murka. “ Otakku bisa rusak dan diriku tak akan punya wibawa lagi di mata orang-orang.”
Demikianlah Mush'ab meninggalkan kemewahan dan kesenangan yang dinikmati selama itu, dan memilih hidup miskin dan sengsara. Ia rela menjadi seorang yang melarat dengan pakaiannya yang kasar dan usang dan sehari makan, beberapahari menderita lapar, tetapi jiwanya telah dihiasi dengan aqidah suci dan cemerlang berkat sepuhan Nur Ilahi.



0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda


arie koleksi